Emotional Question
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Manajemen
Program Pendidikan dan Pelatihan
Dosen
Pengampu : Dr.
H. Fatah Syukur NC, M.Ag
Disusun
Oleh :
Sandi Milzam Fortuna 123311037
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Dalam pendekatan
sifat atau juga sering disebut teori-teori sifat, dibahas mengenai tentang
sifat-sifat yang harus dimiliki oleh manusia terutama pemimpin. Bahkan para
ahli sudah mengidentifikasi sifat negatif yang mencegah orang menjadi pemimpin
yaitu ketidak tahuan, terlalu kaku, tidak berperan serta, otoriter, dan suka
menyerang dengan kata-kata.
Sedangkan orang
dapat menjadi pemimpin yang ideal jika didalam dirinya terdapat sifat yang
positif, yaitu dewasa, leluasa, cerdas, humoris, dan prestatif. Dengan sifat
positif inilah sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi yang dipimpin
oleh pepimpin yang mempunyai kepemimpinan yang ideal, dari berbagai bidang
terutama pendidikan jika dipimpin oleh pemimpin yang mempunyai kepemimpinan
yang ideal maka keberhasilan dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Oleh karenanya, pemimpin
yang berkemampuan dalam berbagai bidang, terutama dunia pendidikan harus
memiliki kecerdasan emosional yang tinggi serta mengupayakan keselarasan dan
keseimbangan dalam dunia pendidikan, guna mencapai keberhasilan dalam mencapai
tujuan pendidikan.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Apa
Pengertian Kepemimpinan?
B. Apa
Pengertian EQ (Emotional Question)?
C. Apa
Fungsi (Emotional Question) EQ dalam
kepemimpinan pendidikan?
D. Bagaimana
Karakteristik kepemimpinan EQ (Emotional
Question)?
III. PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kepemimpinan
Sebelum berbicara tentang pengertian kepemimpinan pendidikan
itu sendiri, baiklah kiranya untuk diketahui perbedaan manajemen, manager, dan kepemimpinan.
Manajemen adalah seni dan ilmu dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pemotivasian dan pengendalian terhadap orang-orang dan mekanisme kerja untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Manager adalah seorang yang bertindak
sebagai perencana, pengorganisasi, pengarah, pemotivasi dan pengendali
orang-orang dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan kepemimpinan adalah sikap, sifat dan perilaku untuk mempengaruhi para
bawahan agar mereka mampu bekerja sama, sehingga dapat bekerja secara lebih efisien dan efektif.[1]
Istilah kepemimpinan dalam bahasa Indonesia diambil dari
bahasa inggris leadership. Menurut Prof. Dr. H. Arifin Abdurrahman, “
kepemimpinan sebagai kemampuan seseorang untuk menggerakkan orang-orang
mengikuti pemimpinan”.[2]
Ada tiga teori kepemimpinan yaitu
pendekatan sifat-sifat kepemimpinan, pendekatan perilaku dan pendekatan
situasional.
1. Pendekatan
sifat-sifat kepemimpinan
Untuk mengenali karakteristik atau
cirri-ciri para pemimpin berhasil, ditunjukan sifat-sifat pemimpin yang
mencakup: intelektualitas, hubungan sosial, kemampuan emosional, keadaan fisik,
imajinasi, kekuatan jasmani, kesabaran, kemauan berkorban, dan kemajuan kerja
keras.
2. Pendekatan
Perilaku
Pendekatan perilaku memandang bahwa
kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku dan bukan dari sifa-sifat
(traits) pemimpin.
3. Pendekatan
Situasional
Pendekatan situasional berpandangan
bahwa keefektifan kepemimpinan bergantung pada kecocokan antara pribadi, tugas,
kekurangan, sikap dan persepsi.
Adapula faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas pemimpin menurut H. Joseph Pertz meliputi:
a. Kepribadian
(personality), pengalaman masa lalu
dan harapan
b. Penghargaan
dan perilaku atasan
c. Karakteristik
harapan dan perilaku bahwahan
d. Kebutuhan
tugas
e. Iklim
dan Kebijakan organisasi
f. Harapan
dan perilaku rekan
Dengan Faktor-faktor inilah mempengaruhi
pimpinan dan bahwahan secara timbal balik guna mencapai keberhasilan.[3]
B.
Pengertian
EQ (Emotional Question)
Emosi merupakan istilah yang makna
tepatnya masih membingungkan para ahli selama lebih dari 1 abad. Dalam makna
yang paling harfiah Oxford English
Dictionary mendefinisikan emosi sebagai sikap kegiatan atau pengelolaan
pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap.
Emosi menunjuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya. Suatu keadaan
biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Menurut Bar-On mengatakan bahwa emotional question adalah serangkaian
kemampuan pribadi, emosi dan social yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungannya.
Menurut Peter Soloveiy dan Jack Mayer,
kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memproses informasi yang bersifat
emosional, yang didalamnya mengandung persepsi asimilasi, pemahaman dan
manajemen emosi.
Sedangkan menurut Goleman kecerdasan
emosi adalah kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan dalam menghadapi
frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak berlebih-lebihan, mengatur
suasana hati dan menjaga, agar tetap berfikir jernih, berempati dan optimis.[4]
Dari pengertian beberapa para ahli dapat
diartikan bahwa, kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali
perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami
perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga
membantu perkembangan emosi dan intelektual, pada diri sendiri maupun dalam
hubungan dengan orang lain.
C.
Fungsi
EQ dalam kepemimpinan pendidikan
Sebagai sebuah sistem yang kompleks,
emosi memainkan peranan yang cukup besar dalam kehidupan manusia. Karena
demikian besarnya peranan yang dimainkannya, maka tidak mengherankan jika emosi
menjadi begitu penting bagi kehidupan manusia. Ada beberapa alasan yang
menjadikannya menjadi suatu hal yang penting bagi kehidupan manusia:
1. Survival
(kelangsungan hidup)
2. Decisian
Making (Pengambilan Keputusan)
3. Boundariy
Setting (Penentuan Batasan)
4. Communication
(Komunikasi)
5. Utility
(Kesatuan)
Menurut Dr. Hadari Naawawi, ada
empat fungsi kepemimpinan dalam pendidikan, yakni:
1. Mengembangkan dan menyalurkan
kebebasan berfikir dan mengeluarkan pendapat, baik secara perorangan maupun
kelompok.
2. Mengembangkan suasana kerjasama yang
efektif dan kesediaan menghargai orang lain sesuai dengan kemampuan
masing-masing.
3. Mengusahakan dan mendorong
terjadinya pertemuan pendapat dengan sikap harga mengahargai sehingga ikut
terlibat di kegiatan kelompok/organisasi.
4. Membantu menyelesaikan
masalah-masalah, baik yang dihadapi secara perorangan maupun kelompok dengan
memberikan petujuk-petunjuk dalam mengatasinya sehingga berkembang kesediaan
untuk memecahkan masalahnya dengan kemampuannya sendiri.[5]
Adapun unsur-unsur kecakapan dalam EQ
menurut Goleman sebagaimana yang diadopsi dari model yang dikembangkan oleh
Salovey dan Mayer, mempunyai cakupan lima kemampuan dasar berikut, yaitu:
1. Self Awareness
(Kesadaran diri)
2. Self Regulation
(Pengaturan diri)
3. Motivation
(Motivasi)
4. Empati
5. Social Skill
(Ketrampilan Sosial)
Sedangkan menurut Bar-on, EQ mempunyai lima
bagian utama kemampuan, yaitu:
1. Ketrampilan
Intra Pribadi
Ketrampilan ini mencakup kemampuan
penyadaran diri, memahami emosi diri, dan mengungkapkan perasaan serta gagasan.
2. Ketrampilan
Antar Pribadi
Kemampuan menyadari dan memahami
perasaan orang lain, peduli kepada orang lain secara umum dan menjalin
hubungan.
3. Adaptabilitas
Kemampuan menguji perasaan diri,
kemampuan mengukur situasi sesaat secara teliti, mengubah perasaan dan pikiran
diri dan menggunakannya untuk memecahkan masalah.
4. Strategi
Pengelolaan Stress
Kemampuan mengatasi stres dan
mengendalikan luapan emosi.
5. Hal-hal
yang berkaitan dengan suasana hati dan emosi
kemampuan bersikap optimis, menikmati
diri sendiri, menikmati kebersamaan dengan orang lain dan merasakan serta
mengekspresikan kebahagiaan.[6]
D.
Karakteristik
Kepemimpinan EQ
1. Penyikapan
Diri
Dapat berbagi perasaan merupakan
pertanda kekuatan. Sebagian pemimpin pengekspresian perasaan merupakan tindakan
negatif dan akan membatasi keefektifan. Adalah benar bahwa membuat pengakuan
pribadi atau memberikan informasi yang dapat merugikan reputasi anda atau orang
lain adalah tidak bijaksana. Ada orang yang selalu mencari kesempatan mendiskreditkan
kesuksesan orang lain. Pengungkapan diri berarti mengetahui bagaimana
mempresentasikan pandangan positif dan cerah. Orang yang dapat melakukan ini
sering membuat lingkungan dimana orang lain merasa aman mengungkapkan
perasaannya. Inilah awal persahabatan yang produktif dan menciptakan sistem
pendukung, sinergi tim, kemitraan, produktivitas, dan pemecahan masalah.
Sayangnya, banyak organisasi gagal mengembangkan lingkungan bersuasana bisnis
yang harmonis, karena orang merasa tidak aman berbagi apa yang mereka pikirkan.
2. Wawasan
Mampu mengenali pola dalam emosi dan
reaksi berarti dapat mengenai kecenderungan tertentu, baik positif atau negatif
apa yang dirinya lakukan dengan pengetahuan ini akan menentukan tingkatan
komitmen terhadap perubahan. Seringkali dirinya tidak menyadari cara
menaklukkan diri saat menghadapi orang, khususnya ketika menghadapi situasi
penuh emosi. Semakin trampil mengenali pola respon yang sejenis, semakin bagus
dirinya dapat mengoreksi atau menyempurnakan.
3. Tanggung
Jawab Pribadi
Memberikan wejangan yang memotivasi
merupakan cara menaikkan potensi karyawan dan mengejawantahkan misi organisasi,
bahkan jika tidak ada tindak lanjut pun, cara ini sebetulnya tidak mengurangi
kekuasaan. Namun, pemimpin akan kehilangan kharisma jika tidak menepati janji
karyawan dan pelanggaran tidak lagi bisa dibodohi dengan retolika dan kharisma
mereka menginginkan tindakan. Merealisasikan berarti memiliki tanggung jawab
pribadi untuk menggapai hasil.
4. Ekspresi
Pernyataan “Bukan apa yang anda katakan,
tetapi bagaimana anda mengatakan bahwa sesuatu selalu diperhitungkan”, memang
benar adanya apa yang anda katakan bisa membuat perbedaan antar pribadi.
Misalnya, jika memberitahu karyawan bahwa ia dipecat, apapun nada anda dalam
mengucapkan kalimat ini, maknanya masih sama, berbentuk ungkapan, derajat
empati dan pertimbangan terhadap seseorang dapat membuat respon orang lain
berbeda.
5. Pemegang
Saham
Pemimpin dengan sikap pemegang saham
memberikan karyawan peluang berbagi rasa dalam kesuksesan dan tantangan organisasi
karyawan diberikan saham beban untuk merealisasikan misi perusahaan dan
bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan. Pemimpin dengan mental
seperti ini tahu bagaimana apa yang mereka lakukan. Pemimpin dengan mental
seperti ini tahu bagaimana mendetegasikan dan memberikan satu posisi dalam
lingkungan semacam ini. Orang merasa memiliki perusahaan dan akan bekerja
sebaik-baiknya.
Keberhasilan seseorang dalam memimpin
tidak hanya ditentukan oleh IQ yang tinggi. Karena realita yang ada menunjukkan
bahwa tidak sedikit orang yang ber IQ tinggi seringkali bertindak bodoh yang
berakibat membawanya kegagalan, atau bahkan kehancuran dan menjauhkan dirinya
sendiri dari kesuksesan, yang seharusnya berada dalamgenggamannya dikarenakan
ia tidak berhasil mengatur dan memanfaatkan emosinya dilain pihak kita juga
mendapati orang-orang dengan IQ yang tidak begitu tinggi mendapat kesuksesan.
Dari sinilah kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia memerlukan suatu
kecerdasan ini, yang bernama EQ (Emotional
Question).[7]
IV.
ANALISIS
Pada dasarnya kepemimpinan merupakan sikap, sifat dan
perilaku untuk mempengaruhi para bawahan agar mereka mampu bekerja sama,
sehingga dapat bekerja secara lebih
efisien dan efektif. Dengan pengorganisasian yang baik maka tidak terlepas dari
peran pemimpin dalam memanagemen kepemimpinannya.
EQ (Emotional Question) atau kecerdasan
emosi adalah kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan dalam menghadapi
frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak berlebih-lebihan, mengatur
suasana hati dan menjaga, agar tetap berfikir jernih dan berempati dan optimis.
Dalam
kepemimpinan harus menjalankan dan mementingkan fungsi kecerdasan emosi untuk mengendalikan segala
kegiatan-kegiatan yang ada dalam diri dan lingkungan, guna suatu ketercapaian
keberhasilan tujuan-tujuan yang direncanakan.
Keberhasilan
seseorang dalam memimpin tidak hanya ditentukan oleh IQ yang tinggi. Karena
realita yang ada menunjukkan bahwa tidak sedikit orang yang ber IQ tinggi
seringkali bertindak bodoh yang berakibat membawanya kegagalan, atau bahkan
kehancuran dan menjauhkan dirinya sendiri dari kesuksesan, yang seharusnya
berada dalam genggamannya dikarenakan ia tidak berhasil mengatur dan
memanfaatkan emosinya dilain pihak kita juga mendapati orang-orang dengan IQ
yang tidak begitu tinggi mendapat kesuksesan. Oleh sebab itu kecerdasan dalam
kepemimpinan pendidikan sangatlah perlu untuk keberhasilan secara efektif dan
efisien.
V.
KESIMPULAN
Istilah kepemimpinan dalam bahasa
Indonesia diambil dari bahasa inggris leadership. kepemimpinan adalah
sikap, sifat dan perilaku untuk mempengaruhi para bawahan agar mereka mampu
bekerja sama, sehingga dapat bekerja
secara lebih efisien dan efektif.
EQ (Emotional
Question), kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan,
meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan
maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu
perkembangan emosi dan intelektual, pada diri sendiri maupun dalam hubungan
dengan orang lain.
Adapula peranan
penting atau fungsi EQ dalam kepemimpinan pendidikan yaitu Survival
(kelangsungan hidup), Decisian Making (Pengambilan Keputusan), Boundariy
Setting (Penentuan Batasan), Communication (Komunikasi), Utility (Kesatuan).
Keberhasilan seseorang
dalam memimpin tidak hanya ditentukan oleh IQ yang tinggi, namun juga harus
memperhatikan EQ kecerdasan emosi. Dari sinilah kemudian dapat ditarik
kesimpulan bahwa manusia memerlukan suatu kecerdasan ini, yang bernama EQ (Emotional Question)
VI.
PENUTUP
Demikianlah
makalah ini saya susun , saya menyadari dalam makalah ini masih terdapat
kesalahan dan kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kebaikan makalah-makalah
yang akan datang, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
[1] Fatah Syukur. NC, Manajemen
pendidikan berbasis pada madrsah, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra,
2011), hlm. 17-18.
[2] Moenir, A.S. kepemimpinan
kerja, peranan, tekhnik dan keberhasilannya, (Jakarta : Bina Aksara, 1988),
hlm. 232.
[3] Fatah Syukur. NC, Op.cit.
hlm. 28-30
[4] Fatah Syukur. NC, Op.cit. hlm. 30-31
[5] Hadari Nawawi, Administrasi
Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), hlm. 84.
[6] Fatah Syukur. NC, Op.cit. hlm. 33-34
[7] Fatah Syukur. NC, Op.cit.
hlm. 34-36