Rabu, 10 Juni 2015

PENDIDIKAN SEBAGAI INVESTASI MASA DEPAN



       I.          

PENDIDIKAN SEBAGAI INVESTASI MASA DEPAN
(Sebuah Tinjauan Dari Filsafah Pendidikan Islam)


MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Filsafah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Drs. Mahfud junaidi, M.Ag.




DisusunOleh :

Sandi Milzam Fortuna                   123311037


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013










 PENDAHULUAN
Pendidikan ternyata memiliki peranan yang sangat penting bagi suatu individu untuk investasi dimasa yang akan datang dan juga berperan penting dalam mengembangkan peradaban Islam sehingga mencapai kejayaan umat Islam. pendidikan memang menjadikan salah satu sarana kemampuan manusia untuk dibahas dan dikembangkannya. Dalam persoalan kemajuan peradaban umat Islam kemampuan manusia dalam bidang pendidikanlah yang berperan penting bagi kemajuan peradaban umat islam
Pendidikan pada umumnya ditujukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam filsafat pendidikan.
Dengan demikian, kunci kearah masa depan yang lebih baik adalah pendidikan. Pendidikan merupakan bentuk investasi yang paling baik. Maka, setiap negara muslim mengalokasikan porsi terbesar dari pendapatan nasionalnya untuk program-program pendidikan. Bila umat Islam memang bermaksud merebut peranan sejarahnya kembali dalam percaturan dunia, kerja pertama yang harus ditandinginya adalah membenahi dunia pendidikan Islam.
Membahas tentang pendidikan sebagai investasi masa depan maka dalam makalah ini akan mencoba untuk mengetahui tentang bagaimana pendidikan bisa menjadi investasi masa depan.

    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Apa yang dimaksud dengan falsafah dan filsafah pendidikan?
B.     Bagaimana proses pendidikan?

 III.            PEMBAHASAN
A.        Pengertian Falsafat dan Falsafat Pendidikan
Falsafat berasal dari dua kata yang berasal dari Yunani, yaitu “philos” dan “sophia”. Secara etimologis. Philos berarti cinta dalam bahasa Inggris loving, sedang sophia berarti ilmu, hikmah atau kebijaksanaan dalam bahasa Inggris wisdom atau kepahaman yang mendalam. Pengertian falsafat menurut bahasa aslinya adalah “cinta terhadap kebijaksanaan”.[1]
Secara harfiah kata falsafah berasal dari kata philos dan sophos, philo yang berarti cinta sedangkan sophos yaitu ilmu atau hikmah. Dari makna tersebut kita dapat simpulkan bahwasanya filsafat ialah cinta terhadap ilmu atau hikmah.

Sedangkan Falsafah secara terminologi sangat beragam. Para filosof merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:
Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
Aristoteles (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Cicero (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
1.   Apakah yang dapat kita kerjakan?(jawabannya metafisika )
2.   Apakah yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika )
3.   Sampai dimanakah harapan kita?(jawabannya Agama )
4.   Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya Antropologi )
Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.[2]
Falsafah pendidikan tidak lain ialah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Hubungan antara pendidikan dan falsafat pendidikan menjadi sedemikian pentingnya, sebab ia menjadi dasar yang menjadi tumpuan suatu sistem pendidikan. Falsafat pendidikan berperanan penting dalam suatu sistem pendidikan karena ia berfungsi sebagai pedoman bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan sebagai dasar yang kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.
Falsafat pendidikan meliputi usaha untuk mencari konsep-konsep yang mengarahkan manusia di antara berbagai gejala yang tentunya mempunyai perbedaan satu sama lain, sehingga memerlukan suatu proses pendidikan dalam rancangan yang integral dan terpadu. Di samping itu mengandung juga usaha menjelaskan berbagai makna yang menjadi dasar segala istilah pendidikan. Falsafat juga mengemukakan beberapa macam pokok yang menjadi dasar dari konsep-konsep pendidikan dan menunjukkan hubungan pendidikan dengan bidang-bidang yang menjadi tumpuan perhatian manusia.[3]
Falsafat memberikan dasar pendidikan, apabila falsafat memberikan berbagai pemikiran atau pengertian teoritis mengenai pendidikan. Dan dikatakan mempunyai hubungan yang erat antara falsafat dan pendidikan, bilamana pemikiran-pemikiran mengenai kependidikan memerlukan penjelasan-penjelasan dan bantuan dari filsafat untuk membantu penyelesaiannya. Dalam hal ini, pendidikan tidak bisa eksis tanpa dilandasi pemikiran filosofis.
Jadi dapat dijelaskan, bahwa hakikat pendidikan merupakan pemikiran yang berlandaskan pada filsafat pendidikan atau sebalinya, filsafat yang diterapkan dalam berbagai usaha pemikiran dan pememcahan masalah pendidkan. Atau seperti yang dikemukakan oleh Ahmad D. Marimba: ‘Filsafat pendidikan merupakan suatu pemikiran mendalam yang sistematis tentang masalah pendidikan.[4]

B.        Proses Pendidikan
Pengertian proses pendidikan atau pengajaran adalah pemindahan pengetahuan dari seseorang yang mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui.
Terdapat unsur-unsur kegiatan pengajaran yang meliputi: Pertama pengajaran adalah upaya pemindahan pengetahuan. Dan yang kedua yaitu Pemindahan pengetahuan dilakukan oleh seseorang yang mempunyai pengetahuan yang disebut pengajar, kepada orang lain yang belum mengetahui yang disebut pelajar, melalui suatu proses belajar mengajar.[5]
Ada pun pendapat yang menjelaskan tentang pengertian dan prosespengajaran dalam pendidikan seperti yang dikemukakan oleh Triyo Supriyatno dia berpendapat bahwa pembelajaran mengandung dua segi kegiatan, yaitu kegiatan guru melakukan suatu proses atau menjadikan orang lain sebagai siswa belajar dan kegiatan siswa melakukan kegiatan belajar. Dari pengertian ini, pembelajaran dapat disepadankan dengan istilah teaching-leraning atau traching and learning. Dengan kata lain, pembelajaran adalah salah satu proses untuk memperoleh pengetahuan, sedangkan pengetahuan adalah salah satu cara untuk memperoleh kebenaran atau nilai, sementara kebenaran adalah pernyataan tanpa keragu-raguan yang dimulai dengan adanya sikap keraguan terlebih dahulu. Dalam setiap kegiatan pembelajaran atau pengajaran ada empat komponen yang melingkupinya, antara lain Tujuan Pembelajaran, Materi Pembelajaran , Strategi atau Metode Pembelajaran, dan Evaluasi.[6]
Adapun beberapa definisi lain yang menjelaskan tentang pembelajaran diantaranya yatu:
Drs. H.M. Arifin, M.Ed., mengatakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh pengajar, yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu rangkaian proses kegiatan respons yang terjadi dalam proses belajar-mengajar, yang menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh.[7]
Sedangkan pengajaran adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menghasilkan perubahan, baik tingkah laku, pengetahuan, ataupun pengeahuan ketrampilan yang positif. Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, dimana pengajaran lebih menitikberatkan pada proses transformasi pengetahuan, sementara pendidikan lebih umum dari pengajaran karena di dalamnya tercakup nilai dan sikap.
Menurut Surachmad seperti yang dikutip oleh Sudiyono mengatakan bahwa urutan mengajar ditentukan oleh banyak hal, antara lain:
1.          Tujuan pengajaran yang hendak dicapai pada jam pelajaran.
2.          Ketrampilan guru.
3.          Keadaan alat-alat yang tersedia.
4.          Jumlah Murid.[8]
Menurut Glaser, langkah pertama dalam membuat persiapan mengajar adalah menentukan tujuan pengajaran yang hendak dicapai pada jam pelajaran yang bersangkutan.
Langkah kedua ialah menentukan entering behavior. Istilah ini belum dapat digani dengan istilah dalam bahasa Indonesia. Entering behavior adalah langkah tatkala guru menentukan kondisi siswanya yang mencakup kondisi umum serta kondisi kesiapan kemampuan belajarnya. Karena itu, tes awal termasuk ke dalam langkah ini. Kaidah yang mendasari entering behavior adalah ‘kita tidak boleh mengajari orang yang belum kita kenal’.
Langkah ketiga ialah menentukan langkah-langkah mengajar. Inilah bagian mengajar yang paling penting, paling sulit dan paling rumit. Keberhasilan mengajar banyak sekali ditentukan oleh bagian ini. Untuk menentukan ini mula-mula guru hendaklah mengetahui lebih dulu macam-macam pengajaran menurut jenis pembinaan yang harus dilakukannya.[9]
Dalam proses belajar mengajar yang aktif adalah siswa yang mengalami proses belajar. Guru hanya sebagai pembimbing, penunjuk jalan dan pemberi motivasi. Teori ini bertentangan dengan teori mengajar tradisional yang berpusat pada kepentingan guru. Teori mengajar modern memberikan kesempatan kepada siswa memupuk aktivitas belajar sendiri, di mana sistem menghargai pembinaan belajar siswa tinggi. teori mengajar ini sangat menghargai perbedaan individu. Hal ini menyebabkan para siswa diberi kebebasan untuk belajar sedangkan guru mengarahkan dan memberikan stimulant.
Seorang pengajar antara lain memiliki fungsi sebagai komunikator. Ia berfungsi sebagai sumber dan penyedia informasi. Kemudia menyaring, mengevaluasi informasi yang tersedia dan mengolahnya ke dalam suatu bentuk yang cocok bagi kelompok penerima informasi, sehingga kelompok penerima informasi memahami informasi tersebut sebaik-baiknya dan setepat mungkin.
Islam mengajarkan bahwa dalam menyampaikan pelajaran, seorang pengajar tidak mendorong pelajarnya untuk mempelajari sesatu di luar kemampuannya. Atau dengan kata lain bahwa dalam proses belajar mengajar, pengajar harus memperhatikan keadaan pelajar, tingkat pertumbuhan dan perbedaan perorangan yang terdapat di antara mereka.[10]
Dalam hubungan ketiga tipe di atas, seorang pengajar harus dapat pula mempergunakan beberapa metode sehingga dapat mengaktifkan seluruh alat dari pelajar, baik alat auditif, visual, maupun motoriknya. Karena itu metode di samping untuk keperluan mentransfer pengetahuan, juga harus dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan sikap inofatif pada diri pelajar.
Definisi metode mengajar menurut para ahli sebagai berikut:
1.          Hasan Langgulung, metode mengajar adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.          Abd al-Rahman Ghunaimah, metode mangajar adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pendidikan.
3.          Al-Abrasy, metode mengajar adalah jalan yang kita ikuti untuk memberikan pengertian kepada murid-murid tentang segala macam materi dalam berbagai pelajaran.[11]
Mahmud mengatakan bahwa dalam konteks proses pembelajaran sebagai salah satu bagian penting dari pendidikan (termasuk di dalamnya pendidikan Islam), secara teknis operasional dikenal beberapa metode pembelajaran, mulai dari yang tradisional konvensional, sampai yang modern kontemporer. Berikut ini adalah beberapa metode-metode yang sering digunakan:
1.          Metode ceramah.
2.          Metode tanya jawab.
3.          Metode latihan.
4.          Metode proyek.
5.          Metode eksperimen.
6.          Metode penugasan.
7.          Metode diskusi.
8.          Metode sosiodrama.
9.          Metode demonstrasi.
10.      Metode problem solving.[12]

Metode pendidikan memang sangat menghargai kebebasan individu, selama kebebasan itu sejalan dengan fitrahnya, sehingga seorang guru dalam mendidik tidak dapat memaksa muridnya dengan cara yang bertentangan dengan fitrahnya. Akan tetapi sebaliknya guru harus bertanggung jawab dalam membentuk karakter muridnya.
Selain itu sarana mengajar harus pula melihat relevansi antara metode yang diperlukan dengan bahan pelajaran yang disampaikan. Secara garis besar bahan-bahan tersebut dapat dikategorikan kepada:
1.          Bahan yang memerlukan pengamatan, dalam hal ini metode yang dapat dipergunakan seperti metode ceramah dan metode demonstrasi.
2.          Bahan yang memerlukan ketrampilan atau gerak tertentu, dalam hal ini metode yang relevan adalah metode simulasi atau metode demonstrasi.
3.          Bahan yang mengandung materi berfikir, dalam hal ini metode yang relevan adalah metode Tanya jawab atau diskusi.
4.          Bahan yang mengandung unsur emosi, dalam hal ini metode yang relevan adalah metode sosio drama dan bermain peran.[13]
Menurut Bloom, sekurang-kurangnya ada tiga jenis pengajaran, sebagai berikut:
1.          Pengajaran ketrampilan (psikomotor). Pengertian mendasar tentang ketrampilan ialah respons otot yang terjadi secara otomatis. Karena itu, latihan ketrampilan haruslah berupa latihan otot untuk menguasai gerak tertentu secara otomatis. Gerak ini kadang-kadang amat rumit, contohnya ketrampilan mengemudikan pesawat terbang. Kadang-kadang kelihatannya tidak rumit, seperti ketrampilan menendang bola kaki.
2.          Pengajaran yang mencakup dalam ranah kognitif. Di sini ada tiga jenis pengajaran, yaitu pengajaran verbal, pengajaran konsep, dan pengajaran prinsip. Pengajaran-pengajaran ini masing-masing mempunyai urutan langkah tersendiri. Pengajaran verbal ialah pengajaran bahasa. Di sini terdapat banyak prosedur mengajar, biasanya dikembangkan oleh ahli pengajaran bahasa. Pengajaran konsep dan prinsip mempunyai banyak teori tentang urutan (langkah) mengajarnya.
3.          Pembinaan afektif. Teori bagian ini ternyata kurang berkembang. Pengajaran seni, agama, semua pengajaran yang dumaksudkan sebagai pengembangan aspek afektif amat sulit dijelaskan urutan langkah pengajarannya. Dalam hal ini amat berbeda dibandingkan dengan pengajaran ketrampilan, verbal, konsep dan prinsip.[14]
Dari proses pendidikan itulah pendidikan bisa menjadi infestasi masa depan. Karena masa depan ditentukan oleh pendidikan yang baik karena pendidikan merupakan salah satu penunjang dimasa depan.

 IV.            KESIMPULAN
 Falsafat berasal dari dua kata yang berasal dari Yunani, yaitu “philos” dan “sophia”. Secara etimologis. Philos berarti cinta dalam bahasa Inggris loving, sedang sophia berarti ilmu, hikmah atau kebijaksanaan dalam bahasa Inggris wisdom atau kepahaman yang mendalam. Pengertian falsafat menurut bahasa aslinya adalah “cinta terhadap ilmu, hikmah atau kebijaksanaan.
Proses pendidikan atau pengajaran adalah proses dimana pemindahan pengetahuan dari seseorang yang mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui. Dari proses itulah seseorang bisa menjadikan pendidikan sebagai infestasi dimasa depan.

    V.            PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat saya buat dengan materi pendidikan sebagai investasi masa depan. dalam mempelajari falsafah pendidikan islam. Saya sadar bahwa dalam menyusun makalah ini jauh dari kesempurnaan untuk itu kritik dan saran kami harapkan. Semoga bisa bermanfaat bagi orang lain. Amin.



























[1] Muhammad As-Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011), hlm. 1.
[2]https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/08/pengertian-filsafat/
[3] Muhammad As-Said, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 5
[4]Muhammad As-Said, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 5-6
[5] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 119.
[6] Triyo Supriyatno, Epistemologi Pendidikan Ibn Qayyim al-Jawziyyah, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), hlm. 77.
[7] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 123.
[8] H.M. Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam: Jilid 1, hlm. 270-271.
[9]H.M. Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam: Jilid 1, hlm. 271-273.
[10] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 126.
[11] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 77.
[12] Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, hlm. 165-173.
[13] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 127.
[14] Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam: Jilid 1, hlm. 274.


Daftar Pustaka
As-Said, Muhammad, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011.
D. Marimba, Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1974.
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Radar Jaya Offset, 1998.
Sudiyono, H.M., Ilmu Pendidikan Islam: Jilid 1, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Supriyatno, Triyo, Epistemologi Pendidikan Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Malang: UIN-Maliki Press, 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar